Manusia
(Antroposfer) sebagai bagian dari spera-spera lain di muka bumi mempunyai
pengaruh yang luar biasa terhadap kenampakan di muka bumi. Sebagai spera
sentral, antroposfer mempunyai kekuatan untuk merubah lingkungan di sekitarnya.
Manusia dengan pengetahuan dan teknologinya mampu untuk melakukan berbagai
perubahan dan rekayasa terhadap lingkungan. Sebagai mahluk yang diberi
kemampuan untuk mengenal dan belajar manusia senantiasa melakukan perubahan. Beberapa
dekade ini kedinamisan manusia berpusat pada teknologi dan industri. Lingkungan
hidup seakan-akan diabaikan dalam catatan sejarah manusia. Revolusi industri di
Inggris tahun 1760-1860 merupakan awal pembentukan manusia anti lingkungan. Hingga
saat ini masih banyak manusia yang matanya rabun karena tertutup Dollar dan
Emas.
Apabila
kita kaji, tujuan utama manusia melakukan rekayasa terhadap lingkungan adalah
faktor ekonomi. Sebagai manusia ekonomi, masalah pemenuhan hidup dan
kesejahteraan menjadi dambaan setiap manusia. Mereka akan memanfaatkan potensi
lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut sah dan memang
kondrat manusia untuk memanfaatkannya. Akan tetapi, apabila hal ini tidak
dikontrol, lama kelamaan pemenuhan kebutuhan mereka akan mengarah pada
eksploitasi tanpa peduli kelestarian lingkungan. Beberapa pihak melihat
kelakuan tersebut menguntungkan mereka, akan tetapi sebenarnya tidak sama
sekali. Dalam jangka panjang, eksploitasi berlebihan terhadap lingkungan akan
merugikan mahluk di bumi, tidak terkecuali siapapun dan apapun. Sebagai suatu
sistem kehidupan, bumi merupakan intergrasi semua faktor, baik hidup maupun
mati. Bencana yang makin bervariasi dan silih berganti banyak dilihat sebagai
peringatan pada manusia. Mungkin bisa benar, tetapi sebagian besar bukan
peringatan, tetapi akibat manusia. Jangan salahkan bumi jika saat ini tak
nyaman lagi untuk disebut sebagai ‘rumah.’
Perilaku
manusia dapat dikontrol dengan pengetahuan dan pendidikan. Perilaku yang kurang
bermanfaat dapat dikurangi bahkan dihilangkan dengan pendidikan, sebaliknya
perilaku yang efisien dapat diajarkan dalam proses pendidikan. Perlu adanya
pemberian pengetahuan tentang kelingkungan hidup bagi manusia secara umum.
Pepatah di masyarakat kita mengatakan bahwa ‘Tak kenal maka tak sayang.’ Ini
membuktikan bahwa manusia perlu untuk mengenal dan belajar sebelum mengetahui
dan melakukannya. Dengan pemberian pengetahuan tentang lingkungan hidup maka
secara pelan tapi pasti, masyarakat akan berangsur-angsur merubah kebiasaan
merusak lingkungan ke perilaku yang lebih efisien. Dengan pemahaman masyarakat
tentang lingkungan hidup, mereka akan lebih kritis dalam menanggapi isu-isu
nasional maupun lokal. Pendidikan merupakan jalan terdepan untuk melakukan revolusi
lingkungan. Kita tentu mengharapkan terbentuk masyarakat yang cerdas.
Masyarakat yang tak akan mudah diiming-imingi rupiah untuk memapras hutan.
Masyarakat kita tak akan mudah lagi dirobohkan dengan dollar untuk mengebor di
setiap sudut negara. Mungkin hal ini sulit dan terdengar seperi mimpi, tetapi dengan memulai maka semua akan berangsur-angsur tercapai. Sekarang
terserah kita, apakah mimpi hanya akan sekedar menjadi mimpi,, atau merubah
mimpi itu menjadi sesuatu yang membuat kita memimpikan hal baru ???
Gurnito Dwidagdo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar