Tiba-tiba
saya teringat matakuliah Geografi Regional Indonesia. Usai teman saya mempresentasikan
letak geologis Indonesia terhadap potensi sumber daya alam (SDA) terbesit
pertanyaan dalam pikiran klasik mahasiswa ‘bagaimana bisa negara kaya tetapi
penduduknya serba sengsara?’ Pertanyaan yang saya ajukan pada mereka adalah ‘adakah
pengaruh kekayaan dan potensi SDA pada suatu daerah terhadap kemakmuran
penduduknya?’ Banyak daerah di Indonesia yang berlimpah sumber daya alam akan
tetapi keadaan masyarakat bertolak belakang dari keadaan itu. Kekayaan mereka
diperas, baik oleh pusat maupun asing. Yang tersisa hanyalah kerusakan
lingkungan dan kemelaratan. Saat mereka menjawab, dosen saya berkata bahwa
video yang beliau miliki akan menjawab pertanyaan saya. Singkatnya video
tersebut menceritakan irosinya bangsa Indonesia. Menggunungnya emas di Papua, terhamparnya
pantai sepanjang nusantara, melimpahnya kekayaan laut dan tambangnya menjadikan
Indonesia negara terkaya di dunia, begitu paparan dalam video tersebut.
Melimpahnya kekayaan yang dimiliki Indonesia tidak tercermin dari kesejahteraan
masyarakat.
Selain
kaya dengan sumber daya alam, Indonesia juga mempunyai kekayaan sumber daya
manusia. Kedua hal ini merupakan modal bagi suatu negara untuk menjadi besar
dan maju. Indonesia berada di urutan keempat untuk negara berpopulasi terbesar,
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Populasi penduduknya mencapai 237,6
juta orang pada 2010 (Tempo, 14 Juli 2011). Jumlah penduduk yang besar
seharusnya menjadi suatu anugerah karena dapat melakukan pembangunan lebih
cepat dan efektif. Ditambah lagi sirkulasi produksi-distribusi-konsumsi akan
lebih efektif dan menguntungkan. Tetapi sekarang pertanyaannya adalah bagaimana
keadaan pembangunan di Indonesia?
Sumitro
(1994) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu transformasi dalam arti
perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi diartikan sebagai perubahan
dalam struktur ekonomi masyarakat yang meliputi perubahan pada perimbangan
keadaan yang melekat pada landasan kegiatan ekonomi dan bentuk susunan ekonomi.
Proses pembangunan di Indonesia saat ini sangat ironis. Penduduk dengan jumlah
hampir 238 juta jiwa bukan sebagai pendukung pembangunan, malah menjadi faktor
penghambat. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan apa sebenarnya masalah
pembangunan di Indonesia?
Inti
permasalahan pembangunan ekonomisi nasional terletak pada tingginya disparitas
(kesenjangan) antarwilayah. Hal ini terlihat dari segi kegiatan ekonomi,
pembangunan infrastruktur, sampai tingkat kemiskinan yang begitu timpang
(Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana,
2010). Kalau lihat lebih detail, pada
tingkat regional provinsi, kabupaten, dan kota ada disparitas. Di satu sisi,
banyak daerah yang mencapai peningkatan ekonomi signifikan, tetapi di lain
pihak banyak daerah yang masih jauh, dispasritas sangat tinggi. Adanya
disparitas tersebut terjadi karena aktivitas ekonomi yang juga timpang. Di kota
yang menjadi pusat bisnis, segala sarana dan prasarana tergarap dengan baik.
Akan tetapi, di daerah yang bukan pusat bisnis, sarana dan prasarana tidak
tergarap. Hal ini kemudian yang membuat aktivitas ekonomi jadi rendah di banyak
daerah. Aktivitas ekonomis rendah, tingkat kemiskinan pun menjadi tinggi, ujar
Armida.
Jumlah
penduduk yang terpusat di pulau jawa membuat terjadi ketimpangan jumlah
penduduk. Ketimpangan antara pulau jawa dan luar jawa sama-sama membuat masalah.
Kepadatan yang tinggi di pulau jawa
membuat persaiangan dalam mendapat pekerjaan menjadi besar. Alhasil, banyak
pengangguran yang tercipta, tingkat kriminalitas meningkat, dan timbul banyak
permukiaman kumuh. Kemiskinan terjadi karena ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan
atau menciptakan pekerjaan. Sementara di luar jawa, kemiskinan terjadi akibat
keterbelakangan. Ketidaklengapan sarana dan prasarana menjadikan daerah di luar
jawa sulit berkembang. Bahkan beberapa daerah tetap terpencil karena jaringan
transportasi dan komunikasi belum dapat menembusnya.
Gurnito
Dwidagdo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar